Dititik ini, kekuatan ku dipertaruhkan dan dipertanyakan. Malam itu, tak ada yang salah ataupun ada keanehan. Rasaku tetap sama, doaku tetap sama. Belum terlalu pagi, bahkan matahari pun masih enggan menampakkan dirinya. (dering handphone) kacau, kekacauan perasaan yang sesungguhnya menggerayangi pikiran ku sampai tak sadar mata ini mengeluarkan tetes demi tetes air. Salam, selalu menjadi awalan percakapan tapi kalimat kalimat setelah salam kala itu rasanya tak ingin terdengar ditelinga. Entah disebut apakah aku, entah kekuatan atau bukan, mencoba mendangar satu per satu kalimat dengan nada penuh kepanikan dan ketakutan. Ku pernah belajar tehnik distraksi, menghela nafas sejenak untuk membuat sedikit lebih tenang.
-
Tenang, meski tak sepenuhnya aku memanggilnya dengan harapan ya harapan karena aku percaya harapan itu akan selalu ada entah dengan jawaban yang seperti apa harapan itu dihadirkan. Dengan suaraku yang bercampur sedikit sesegukan, ku panggil nya, ku tuntun nya, tiba pecahnya tetes demi tetes air yang keluar dari mata ini karena ketika kata "minta maaf" ku ucapkan untuknya. Apa yang ku dengar ?
-
Yang ku dengar hanya suara nafas panjang nya, ku pertandakan itu juga sebagai jawaban atas permintaan maafku. baru kali itu ku dengar jelas suara nafasnya, tangan ini ingin sekali untuk menggenggamnya tapi itu tak bisa terjadi. (Telfon terputus) tak putus doa ini sambil berkemas kemas, tak lama pula sekitar pukul 05.35 membuat aku sejenak diam lalu menangis lalu linglung seakan tak percaya memang. Mencoba menenangkan diri sendiri, berdoa sepanjang perjalanan, ucapan ucapan dan doa dari saudara teman kerabat keluarga semuanya hilir berganti.
-
Tiba, tak lagi bisa ku bercanda denganmu, membuat mu kesal, membuatmu marah, membuatmu ketawa, membuatmu tersenyum, membuatmu bangga, membuat mu mengucap "Dintan Emang Cantik" "Anak wedok ayu dewe". Tiba, aku duduk di depan mu tapi tak lagi wajahmu menghadap ku, tak lagi bisa menjawab ucap salam ku seperti biasa ketika ku pulang kerja.
-
Ikhlas, entah satu kata ini betapa begitu bermakna. Aku bahagia, ketika tak lagi kau rasakan sakit. Tapi begitupun aku ini hanya manusia, aku pun menangis layaknya seperti orang yang sedang merasa seperti itu. Tapi aku juga bisa tersenyum, senang karena mungkin rindumu pada Nya begitu besar sehingga kau ingin cepat bertemu dengan Nya.
-
22 Tahun 5 Bulan 13 Hari, kau menemaniku. Kini sisanya ku jalani tanpa ragamu, tapi masih tetap dengan dekapan mu yang ku yakini dalam hati. Jangan sedih disana jika ku menangis, kenangan memang terkadang nakal mencoba mengobrak abrik perasaan ini, mungkin memang hakikatnya kenangan senang melihat air mata ini mengalir. Bait bait doa akan selalu mengiringimu, dan sampai bertemu kembali, Bapak.
-
Al-Fatheehah 🙏🏻
Komentar
Posting Komentar